Kamis, 01 November 2018

Tidur tapi Jalan? Mungkinkah?

Kejadian ini terjadi pada saat aku ikut berkemah ketika SD, disitu aku baru menginjak kelas 5 SD dan seperti biasa setiap bulan september diadakan kemah yang diikuti oleh seluruh sekolah dasar se kecamatan. Dan saat itu lokasi kemahnya berada di desa kaliaren, semua anak senang mengikuti kegiatan perkemahan karena tidak hanya kemah saja tapi kami membawa misi untuk memenangkan perlombaan gerak jalan pramuka.

Acara kemah tersebut berlangsung 3 hari 2 malam, hari pertama setelah mendirikan tenda sekolahku mengikuti perlombaan mencari jejak. Dan aku menjadi ketua dari sekolahku untuk mewakili kelompok perempuan. Kegiatan tersebut sangat seru dan menyenangkan, menyusuri jalanan setapak sawah, sungai, rumah-rumah warga yang masih jauh dari jalanan utama. Sesekali kelompokku berhenti untuk istirahat, dan menjaga kekompakkan. Setiap pos, terdapat kakak-kakak yang menunggu dan memberi pertanyaan dan kami disitu benar-benar diuji soal kekompakkan dan solidaritas dari kelompok kami. Untungnya, kelompokku selalu kompak tidak pernah mengeluh dan tetap semangat. Malamnya, kami mengobrol dan memikirkan soal acara besok yaitu lomba gerak jalan pramuka. Dimana rutenya lumayan jauh, sehingga kami harus menjaga kondisi fisik agar tidak sakit saat besok lomba tiba. Akhirnya kami semua tidur, dan beristirahat untuk hari esok.

Tibalah hari yang ditunggu-tunggu, kelompok kami mendapat giliran ke 5. Semua perasaan campur aduk, deg-deg-an, senang, takut, karena inilah tujuan utama kami kesini ikut berkemah setelah berbulan-bulan lamanya kami latihan agar menjadi juara lomba tersebut.  Banyak suara yang menyemangati, dan itu membuat kami semakin semangat. Setelah lomba tersebut selesai, kami istirahat ada yang makan, mandi, tidur, dsb. Seperti biasa ketika kemah pasti susah mencari air, apalagi saat itu dilokasi tersebut tidak ada mck sama sekali, hanya ada sungai besar dan jarak kepemukiman pun sangatlah jauh. Jadi untuk mandi, dsb kami harus bergantian.

Sore itu, ada kejadian anak dari kelompok lain melihat sesosok makhluk putih-putih di pohon ketika dia sedang mencuci piring. Dan kejadian tersebut membuat semua anak-anak di perkemahan ketakutan. Entah kenapa setelah aku ikut lomba gerak jalan pramuka tadi siang badanku mulai merasa agak gak enakan, tapi aku tidak bilang siapa-siapa. Malamnya, tanpa sepengetahuan kelompok kami panitia menyelenggarakan lomba lain. Yaitu, puisi, murothal, catur, dsb. Tanpa ada persiapan apapun guru kami langsung menunjuk satu persatu anak untuk mengikuti perlombaan. Kemudian aku ditunjuk untuk mengikuti perlombaan murothal karena dari kelompok kami yang bisa hanya aku saja. Dengan terpaksa aku ikut tanpa ada persiapan apapun, tapi alhamdulillah aku bisa mengikutinya walaupun tanpa persiapan sedikitpun tanpa tahu surat apa yang harus dibaca, dsb.

Setelah aku ikut lomba tersebut aku ke tenda, jarak dari tempat aku lomba ke tempat perkemahan lumayan jauh. Aku hanya berdua dengan temanku, mulai terasa suasana horror merasuki tubuhku. Ditambah aku sedang tidak enak badan terus suasananya begini, campur aduk pikiranku takut terjadi hal tidak diinginkan. Akhirnya sampailah ke tempat perkemahan, tanpa mengganti pakaian dahulu aku langsung tidur, karena badanku semakin menggigil dan suhu tubuhku tinggi. Tapi lagi-lagi aku tidak menceritakan kondisiku saat itu baik ke teman-temanku atau guruku. Posisi tidurku dekat dengan pintu masuk dan keluar tenda. Aku mencoba memejamkan mataku untuk tidur, awalnya tidak bisa tapi akhirnya aku tertidur juga. Dalam mimpi aku sedang berjalan-jalan menyusuri tempat perkemahan dan mimpi aku sudah itu saja tanpa adanya kecurigaan sama sekali dalam diriku. Paginya, aku kaget karena aku terbangun di tenda guru bukan di tendaku bersama teman-temanku. Ditambah aku telat bangun pagi, waktu sudah menunjukkan pukul 06.00 WIB. Tanpa berpikir panjang aku bangun, cuci muka, sikat gigi dan mandi. Ketika aku mau mandi, teman-temanku bertanya kepadaku “kamu kemana sih put? Dicari-cari gak ada, eh malah ada di tenda guru” aku menjawab “Gak tahu aku juga kenapa aku bisa ditenda guru. Eh, mau mandi? Tunggu aku ikut, sebentar aku ambil baju dulu.” “Iya, cepetan jangan pake lama nanti ditinggal.”

Seiring waktu, aku dan teman-temanku lupa soal kenapa aku bisa pindah tempat tidur jadi di tenda guru. Kami semua larut karena hari itu hari terakhir dan kami sibuk beres-beres, bersih-bersih tenda karena akan pulang. Setelah upacara penutupan kami pulang, dan aku pun lupa akan kejadian aneh tersebut. Besoknya tanpa sepengetahuan aku, guruku bercerita kepada kedua orang tuaku, dan mereka mulai membahas serius soal itu. Aku duduk di ruang tamu, dan aku pun kaget dengan cerita yang diceritakan oleh guruku. Aku tidur sambil berjalan, dan sudah dihentikan dengan sekuat tenaga oleh tiga orang dewasa tapi aku punya kekuatan lebih besar untuk tetap terus tidur sambil berjalan. Aku tidak sadar apa yang aku lakukan, aku hanya ingat aku sedang bermimpi berjalan-jalan sekitaran kemah.

Aku merasa aneh dengan diriku, ada apa ini? Aku engga gila kan? Aku sedang tidak kesurupan kan? Aku sedang tidak dirasuki makhluk halus kan? Pokoknya pikiranku aneh-aneh.
Dan semenjak itu, orang tuaku protektif terhadap aku. Dan aku kehilangan kebebasanku.
Apa ada yang pernah mengalami hal yang sama?
Kenapa bisa terjadi hal tersebut?
Bagaimana bisa tidur sambil berjalan?
Sampai saat ini pun, aku masih mencari jawaban atas kejadian tersebut. Tapi setiap kejadian pasti ada hikmahnya.

Sekian, terimakasih sudah membacanya. Tunggu cerita selanjutnya yaa 😉

Minggu, 21 Oktober 2018

(MUNGKIN) Hari Bahagiaku dan Dirinya

Hai, semoga dengan aku menulis ini. Aku dapat mengingatmu sepanjang hidupku. Kaulah orang pertama yang menjadi sahabatku, bahkan hingga saat ini walaupun kau tidak lagi disini bersamaku.

Dia adalah seorang sahabatku sejak aku kecil, namanya Chintya.

Kami dipertemukan disebuah tempat yang disebut Taman Kanak-kanak. Kami berbeda umur 1 tahun, aku lebih tua dari dia tapi dia yang lebih pengertian dan dewasa dibandingkan diriku saat itu. Dia anak yang pintar, cerdas, baik dan juga cantik. Kalau disekolah kita selalu menjadi rival, bersaing ingin yang menjadi nomor satu kelas.

Ketika menginjak Sekolah Dasar, kita berpisah sekolah. Tapi kita tetap bermain bersama saat sekolah agama (TPA) atau Taman Pendidikan Al-Qur’an. Setiap sore kita sekolah, ngaji bareng-bareng. Ada suatu kebiasaan saat itu yaitu setiap kali bel akan masuk tiba, aku dan dia selalu ke rumah dia dahulu untuk sekedar ngambil minum atau nonton tv sebentar. Walapun jarak dari sekolah dan rumahnya cukup jauh tapi itu telah menjadi kebiasaan kami berdua.

Sampai suatu ketika aku kehilangan kabar darinya, saat dia sehari tak masuk aku menanyakan kepada guruku “kemana chintya, bu?” guruku menjawab “chintya sakit put” aku pun menanyakan kembali “sakit apa memangnya bu?” tapi guruku hanya tersenyum dan menjawab “sakit biasa put, doakan ya supaya cepat sembuh”. Aku hanya diam menatap wajah guruku. Dari saat itu aku bertekad akan ke rumahnya bila besok dia tidak akan masuk lagi.

Esoknya, dia masuk sekolah dan aku pun senang. Aku pun bertanya “kamu sakit apa?” dia menjawab “sakit ini put {menunjukan salah satu anggota tubuhnya)” aku pun kebingungan “kok ada sesuatu dibadan kamu?” dia pun menjawab “gatau aku juga ini apa, tapi kalau dipegang sakit. Dulu engga sebesar ini tapi sekarang udah sebesar ini. Aku gatau namanya, gak dikasih tahu sama mamah dan bapak juga” dan aku disitu hanya menyemangati dia supaya bisa kembali sehat seperti sedia kala.

Lambat laun, dia makin jarang sekolah. Dan setiap kali aku ingin menengoknya selalu tidak ada di rumah karena dia sedang berobat. Semakin naik kelas, aku pun semakin sibuk dengan kegiatanku saat itu. Walaupun aku masih SD tapi aku lumayan banyak mengikuti kegiatan seperti pramuka, paskibra, dokcil, belum lagi kalau ada perlombaan bisa sibuk sampai seharian.

Aku selalu menanyakan kabarnya kepada temanku yang kebetulan dia adalah saudaranya. Kalau aku mendengar kondisi dia yang semakin buruk aku selalu nangis, tidak sanggup mendengarnya sedih. “Kenapa harus terjadi kepada dirinya. Dia orang baik, bukan orang jahat.” kataku dalam hati. Sesekali aku menengoknya dan memberinya semangat agar kuat dan segera sembuh.

Tahun demi tahun sudah, saat itu aku sedang mengikuti kompetisi perlombaan melukis dan aku menjadi wakil dari sekolahku. Aku ingat sekali hari itu adalah hari jumat dan itu adalah hari baik. Sekolah saat itu sedang tidak ada kegiatan belajar dan tiba-tiba dilapangan sekolahku ramai oleh guru dan anak-anak berkumpul berbaris rapih. Tapi saat itu aku sedang dikelas, bercanda dengan teman-temanku.

Tiba-tiba namaku terpanggil di pengeras suara “Puput Putri Lidiawati juara 1 lomba melukis tingkat rayon”, aku dan teman-temanku kaget mendengar hal itu dan aku disuruh berbaris ke lapangan bersama dengan anak-anak yang lainnya yang dipanggil.

Aku merasa ini mimpi, aku juara dalam perlombaan tersebut yang sebelumnya aku pesimis untuk menang karena saat itu aku sedang sakit. Hati anak mana yang tidak senang mendengar hal itu. Aku menerima piala dan piagam dan selanjutnya aku akan mewakili rayonku untuk ke tingkat selanjutnya.

Tapi tak lama berselang, ada pengumuman di masjid yang mengumumkan orang meninggal dan aku tidak menyangka orang tersebut adalah sahabatku Chintya, aku pun langsung menangis sejadi-jadinya. Aku tidak mau kehilangan dia, satu-satunya orang yang memahami dan mengerti aku saat itu. Tapi waktu berkata lain, dia pergi untuk selama-lamanya.

Kamu sudah tenang disana, bersama-Nya
Aku disini selalu mendoakanmu, semoga nanti kita dapat dipertemukan dalam keadaan baik disana yaa ...


Salam rinduku untukmu


-Teman Masa Kecilmu-

Rabu, 17 Oktober 2018

APAKAH SEORANG INTROVERT BISA MENJADI EKSTROVERT?

Ketika aku masih kecil aku adalah seorang yang pendiam tidak banyak bicara kepada orang sekitar, apalagi terhadap orang yang tidak dikenal. Sampai-sampai untuk hal menjawab pertanyaan ya atau tidak, aku hanya menggunakan bahasa tubuh seperti menggangguk ‘ya’ dan geleng-geleng kepala ‘tidak’.

Sebegitu tertutupnya aku dan pendiamnya aku sewaktu kecil.

Sampai suatu hari ada seorang guru tk aku yang melihat keadaan aku dan tergerak hatinya untuk membuatku aktif seperti anak-anak normal biasanya. Walaupun aku tertutup dan pendiam tapi alhamdulillah aku diberi kelebihan dibandingkan yang lain, aku menonjol di sekolah, nilai-nilaiku selalu bagus walaupun tidak pernah aktif di kelas.

Nah, semenjak itu aku diajak guru tkku untuk selalu ikut serta dalam perlombaan. Baik itu dibidang akademik maupun non akademik. Tapi aku lebih sering mengikuti perlombaan di bidang non akademik seperti melukis, olahraga, kemudian agama, dsb. Dari situlah aku dituntut untuk dapat bersosialisasi dengan orang-orang, walaupun itu sangat berat karena harus meninggalkan zona nyaman dalam hidupku saat itu.

Tahun demi tahun aku mulai bisa berinteraksi dengan banyak orang, pandai berbicara tapi tidak bisa disebut pandai berbicara juga setidaknya aku dapat mengobrol dan masuk dalam pembicaraan orang. Karena dalam diriku masih ada rasa malu, malas untuk bertemu banyak orang bila memang tidak dalam situasi yang terpaksa pokoknya aku masih suka melakukan apapun sendiri.

Lalu bagaimana aku bisa terlihat seperti seorang ekstrovert?

Sebenernnya menurutku introvert dan ekstrovert itu bukanlah suatu kepribadian, tapi introvert dan ekstrovert adalah bagaimana seseorang tersebut dapat mengisi ulang energinya kembali. Seorang introvert suka dalam hal kesendirian, sepi, tidak mau berada dikerumunan orang sedangkan ekstrovert kebalikannya.

Contohnya aku, selalu terlihat seperti seorang yang suka dengan keadaan ramai, dikerumuni banyak orang karena aku orangnya suka ikut duduk dan ikut mengobrol dengan orang padahal itu tidak. Setelah aku melakukan hal tersebut aku merasa energiku habis, aku harus memulihkannya dengan ‘me time’. Biasanya aku pergi ke toko buku, membeli es krim, duduk di cafe/retoran, datang ke tempat wisata. Tapi aku selalu melihat situasi dan keadaan, bila ramai aku enggan untuk berkunjung dan memilih untuk pindah ke tempat lain karena aku butuh suasana yang mendamaikan pikiran dan perasaanku.

Jadi, kalau pendiam dan tertutup itu apa?

Itu adalah sikap, sikap bisa dirubah dengan adanya niatan dalam diri kita untuk berubah dan membiasakan diri. Memang sulit, tapi jika niatmu sudah bulat dan kamu selalu berusaha. Perlahan-lahan akan terbiasa dan biasa saja walaupun terkadang masih ada yang tersisa dalam dirimu.

Aku hanya membagikan pengalaman dalam hidupku agar bisa memberikan pesan kepada orang-orang yang mengalami hal yang sama sepertiku.


Mohon maaf bila ada salah dalam perbedaan persepsi, karena aku menulis berdasarkan pengalaman pribadi bukan orang lain. Terimakasih dan selamat membaca ^_^

Jumat, 12 Oktober 2018

Namaku

Puput Putri Lidiawati

Itulah namaku...

Seorang anak perempuan pertama dari keluarga baru.
Nama ini pemberian dari nenekku, aneh yaa? Sudah Puput ditambah Putri lagi. Tapi itulah namaku, tidak bisa dirubah atau diganti.

Tahun demi tahun, aku tumbuh menjadi anak biasa lainnya.

Senang bermain kesana kemari, disayangi, dicintai. Hariku penuh dengan keceriaan, kebahagian. Tawa dan senyum selalu menghiasi hariku.

Sampai suatu hari aku menanyakan arti dari namaku.

Namun, kedua orang tuaku tidak pernah memberitahukannya dengan pasti, setiap saat berubah. Sampai aku bosan akan hal itu.

Lalu kenapa kamu tidak menanyakannya kepada nenekmu?

Ingin sekali aku tanyakan, tapi setiap aku ingin menanyakannya aku lupa akan hal itu. Karna setiap kali aku ke rumah nenek, nenek selalu bercerita tentang masa mudanya yang saat itu merupakan masa penjajahan. Mendengarkan cerita demi ceritanya tak pernah bosan, aku suka sekali sampai aku hanyut dalam ceritanya. Kemudian aku tidak ingat apa tujuanku datang ke rumah nenek. Dan itu berlangsung terus menerus.

Sampai pada suatu hari, nenekku pergi untuk selama-selamanya. Ada penyesalan dari dalam diriku, aku baru ingat dan ingin tahu apa arti namaku. Aku sangat sedih sampai berminggu-minggu aku murung. Aku tidak pernah sesedih itu sepanjang hidupku. Aku kehilangan orang yang selalu mensupport aku, mendukung apapun apa yang ingin aku lakukan, tidak pernah melarang, dan aku telah kehilangan sebagian dari hidupku.

Namun, suatu hari sepupuku bercerita kepadaku. “Nenek pernah bercerita arti namamu, tapi aku pun tidak ingat secara keseluruhan karna sebenarnya arti dari namamu adalah sebuah singkatan.”

Sepanjang itu namaku adalah sebuah singkatan? Aku merasa namaku sangat istimewa, tidak dimiliki oleh orang lain. Yang ia ingat hanya bagian ‘lidia’nya saja yang merupakan singkatan dari nama kedua orang tuaku. Selebihnya tidak ingat. Aku merasa sudah diberi harapan namun hanya sedikit yang terpenuhi tidak banyak. Kecewa? Iya sangat kecewa. Tapi setidaknya aku tahu sedikit arti namaku.

Kemudian ia pun berkata, “Namamu mempunyai arti yang sangat bagus. Aku tidak bisa mengingatnya karna arti dari singkatannya begitu panjang dan itu dari singkatan bahasa sunda. Tidak perlu dipikirkan, sekarang arti namamu adalah dirimu yang saat ini. Kamu orang baik bisa menginspirasi banyak orang dengan semua sikapmu. Teruskanlah, dan tetap rendah hati.”

Aku termenung mendengar ucapan sepupuku.


Sejak saat itu, aku tidak pernah memikirkan arti namaku kembali. Karna apalah arti dari sebuah nama bila orang yang diberi nama tidak pernah menghargai nama tersebut. Namamu adalah doa, jadi jagalah 😊

Jumat, 05 Oktober 2018

AKU

Aku tidak tahu aku akan terlahir di dunia dari seorang ayah dan ibu yang sangat menginginkan kehadiranku...

Hari itu tepat pukul 06.00 WIB aku berteriak kebingungan melihat aku berada dimana. Namun, ada suatu kehangatan yang membuatku nyaman dan aman. Ya, itulah kedua orangtuaku. Mereka tersenyum melihat kehadiranku, ya mungkin karna mereka untuk pertama kalinya telah dinyatakan secara resmi sebagai orang tua.

Aku terlahir sebagai anak perempuan pertama dan satu-satunya dari dua bersaudara, aku hanya mempunyai satu adik laki-laki. Seharusnya aku mempunyai dua adik laki-laki tapi ketika aku berumur satu tahun ibuku tidak menyadari dia sedang hamil dan akhirnya janin yang dikandungnya keguguran. Sedih? Iya sedih, karena mengetahui telah kehilangan sosok seorang anak. Tapi tak lama setelah itu, ibuku kembali mengandung dan sampai saat ini dia telah menjadi adikku.


Perkenalkan...


Namaku Puput Putri Lidiawati, Aku lahir pada tanggal 27 Januari 1996, hobiku adalah membaca, menyanyi, travelling, pokoknya apapun kegiatan yang membuat perasaanku menjadi lebih baik lagi. Rumahku tidak begitu terpencil, tepatnya berada di Jalan Cinangka No.11 RT.18/RW.05 Dusun Wage Cilimus, Kuningan-Jawa Barat. Dan cita-citaku sampai saat ini masih ingin menjadi seorang arsitek. Aku mempunyai sebuah motto “Orang lain bisa, akupun harus bisa.”



Dan ini adalah awal perjalanan hidupku ...